Pagi itu tak ada kudapan yang bisa kusantap sebagai sarapan. Aku malas pergi keluar. Ada mi instan yang akan masak dalam waktu tak lebih dari enam menit tapi katanya itu tak baik untuk kesehatan. Kutelusuri setiap sudut kamar. Kutemukan sesisir pisang cavendish tergeletak di lantai.
Tak biasanya aku sarapan dengan sebuah pisang. Tapi kurasa tak ada salahnya kalau mencobanya untuk pagi itu. Pisang—buah unik yang khas karena bentuknya yang melengkung—tidak hanya menjadi sarapanku pagi itu. Buah yang berbentuk seperti bulan sabit itu menjadi pengantar sebuah cerita untukku. Cerita yang mungkin saja bakal mengajarkan kita semua akan banyak hal.
Bahkan sesisir pisang pun bisa jadi guru.
*
Akhir 1950-an. Pengusaha yang tadinya makmur itu kian dirundung masalah. Perusahaannya sebentar lagi akan dinyatakan bangkrut. Kejatuhan ini sebenarnya sudah lama dia ramalkan, tapi ketamakannya membuat dia malas untuk mencoba berpikir antisipatif. Yang dia lakukan malah menambah, menambah, dan terus menambah jumlah produksi perusahaannya. Mencekoki mulut semua orang dengan pisang, buah melengkung yang berwarna kuning jika sudah matang. Salah satu dalam deretan buah-buah pertama yang bakal dikenalkan orang tua pada anaknya yang masih bayi.
Pisang adalah buah favorit. Dan Gros Michel atau “Big Mike” adalah kultivar yang paling banyak diekspor ke mancanegara, termasuk Amerika Serikat. Big Mike adalah primadona. Tak ada yang menandinginya. Tapi nyatanya, posisi primadona ini tidak permanen.
Petaka dimulai ketika sebuah penyakit ditemukan di Suriname. Penyakit ini dinamakan penyakit panama. Sasarannya adalah Big Mike. Penyakit panama sebenarnya adalah jamur. Fusarium oxysporum atau sering disebut “Agen Hijau” menyerang pembuluh kayu (xylem) dari berbagai jenis tanaman dan efeknya bisa sampai menimbulkan kematian.
Bencana ini kian terasa menjadi besar ketika penyakit tersebut sampai di Honduras, negara penghasil pisang terbesar pada masa itu. Dan awal keruntuhan era Big Mike pun dimulai.
Karena menurunnya produksi Big Mike akibat serangan penyakit panama, dunia sempat kekurangan stok pisang. Sampai muncul lagu “Yes! We Have No Bananas” yang terinspirasi dari kejadian ini. Bahkan akhirnya lagu ini menjadi hits. Dunia kalang kabut karena terlalu lama tidak makan pisang.
Dunia tidak mau terlalu lama tidak memakan pisang. Kekurangan stok Big Mike bukan berarti akhir dari kebiasaan masyarakat mengonsumsi makanan primata tersebut. Pisang tetap jadi favorit walaupun Big Mike sudah tidak lagi jadi primadona.
Mahkota primadona itupun bergeser pada pisang cavendish, pisang yang dianggap lebih resisten terhadap penyakit panama (walaupun konon rasanya kurang manis dibandingkan dengan Big Mike). Pisang yang sama pula dengan yang kumakan sebagai sarapan di suatu pagi.
*
Sudah cukup lama Cavendish tampil sebagai primadona di dunia perpisangan. Kultivar ini masih menjadi primadona sampai Michael Jackson meninggal dunia. Beberapa bulan setelahnya pun masih. Tapi entah dengan tahun.
Pada pertengahan 2008, ada laporan dari Sumatera dan Malaysia bahwa jenis pisang mirip-Cavendish ternyata rentan terhadap penyakit panama. Karena Cavendish cenderung dibudidayakan dengan cara reproduksi vegetatif konvensional daripada reproduksi seksual, maka secara genetik tanaman ini identik. Jadi, tanaman tidak akan berkembang menjadi lebih resisten terhadap penyakit panama. Penyakit panama tetap menjadi momok mengerikan bagi industri pisang dunia.
Musuh yang sama, kasus yang berbeda. Kini berbagai langkah coba ditempuh untuk mengantisipasi jika kasus Big Mike terulang lagi pada Cavendish. The Honduras Foundation for Agricultural Research (FHIA) telah mencoba mengkawinsilangkan berbagai jenis pisang dalam beberapa dekade terakhir. Hasilnya cukup memuaskan, pisang “baru” ini katanya dipastikan resisten terhadap penyakit yang menimpa Cavendish.
Lalu akankah era Cavendish berakhir seperti yang dialami Big Mike dulu? Akankah roda kehidupan berputar kembali?
Tahta primadona tetaplah tidak permanen.
*
Perputaran roda kehidupan ditemui di berbagai aspek di sana-sini. Pisang salah satunya. Buah ini juga menyimpan cerita kelam dalam sejarah budidayanya. Primadona pisang tidaklah permanen, seperti primadona dalam sebuah desa. Waktu akan berbicara dan menggulingkan yang di puncak kalau memang waktunya telah habis. Dan yang di puncak akan turun tanpa punya kekuatan lagi untuk melawan.
Terus berada di puncak memang tidak mungkin. Kita hidup hanyalah mengikuti ke mana arus membawa.
Jika arus itu mau menenggelamkan kita, mungkin kita bisa berenang ke permukaan agar itu tak terjadi. Tapi arus deras itu pasti akan jadi jinak dalam beberapa saat.
Jika hari ini kita penat, yakini esok akan jadi hari paling menggembirakan sedunia. Jika hari ini kita melakukan kebodohan, yakini besok kita akan menjadi lebih jenius dari Albert Einstein.
Hidup ini hanya soal bagaimana kita menjalaninya. Dan aku diajarkan hal ini oleh sesisir pisang cavendish.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar